Sekaten merupakan agenda acara tahunan yang diselenggarakan oleh Karaton Surakarta Hadiningrat saat memasuki bulan Rabiul Awal atau Mulud dalam kalender Jawa. Acara ini merupakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus berkaitan erat dengan sejarah penyebaran agama islam di tanah Jawa.
Sejarah Sekaten dimulai pada jaman Kasultanan Demak Bintara. Yaitu ketika Sultan Syah Alam Akbar I atau Raden Patah naik tahta sebagai Sultan Demak. Kenaikan tahta Raden Patah bertepatan tanggal 12 Robiulawwal tahun 1501 M. Tanggal 12 Robiulawwal merupakan tanggal lahir Nabi Muhammad SAW. Raden Patah ketika naik tahta bergelar Senopati Jimbun Abdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Gelar yang kelak dikemudian hari dilestarikan oleh Panembahan Senopati, di jaman Mataram.
Pada era Raden Patah inilah kemudian perayaan Sekaten digelar pertama kali yang awalnya berpusat di Masjid Agung Demak. Perayaan ini digelar sebagai perayaan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus syiar agama islam.Untuk meramaikan serta mengundang masyarakat dalam memeriahkan sekaten maka digunakanlah gamelan yang dibunyikan atau ditabuh di Masjid Agung Demak. Masyarakat yang ingin melihat dan mendengarkan suara gamelan tersebut, sebelum masuk pintu Masjid Agung Demak harus sesuci (wudhu) dan membaca kalimah syahadat. Oleh para wali perayaan tersebut kemudian dinamakan Syahadatain, yang sekarang lebih terkenal dengan nama Sekaten. Perayaan sekaten yang diselenggarakan sejak Kasultanan Demak Bintara ini kemudian lestari hingga sekarang.
Keramaian Sekaten.
Karaton Surakarta Hadiningrat rutin menggelar sekaten dalam wujud keramaian pasar malam sebulan penuh. Puncak acara sekaten diawali dengan dikeluarkannya gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari di bangsal Pagongan kompleks Kagungan Dalem Masjid Agung Surakarta. Banyak masyarakat yang datang berduyun-duyun mendengarkan gending sambil makan sirih, karena percaya akan awet muda. Begitu pula dengan para petani yang membeli cambuk ( pecut ) yang memiliki harapan ternaknya akan cepat berkembang. Setiap sekaten selalu penuh dengan penjual sirih, pecut, dan makanan tradisional seperti nasi liwet, telur asin, wedang rondhe dan sebagainya.
Pusat keramaian Sekaten berlangsung di sekitar Kagungan Dalem Masjid Agung Surakarta dan di alun-alun Utara Karaton Surakarta. Berbagai macam barang kebutuhan hidup dijual, bermacam-macam tontonan dan permainan digelar, beraneka ragam makanan dan minuman dijajakan selama sebulan penuh.
Berbagai makna Sekaten.
Nama Sekaten sesuai dengan tujuan syiar agama islam mengacu pada kata Sahadatain, yakni sahadad taukhid dan sahadad rasul. Selain itu, Sekaten dapat dimaknai pula sebagai Sakhotaini yang bermakna dua keyakinan menyatu, yakni kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati kepada sesama yang hidup.
Dalam keramaian Sekaten yang diadakan di Surakarta, beberapa benda seperti kinang, pecut atau cambuk, berbagai mainan seperti gangsingan, celengan dan telur asin kerap ditemui dan dijual di area Sekaten. Benda-benda ini memiliki filosofi tersendiri, diantaranya kinang atau sirih yang merupakan benda yang dipakai untuk aktifitas “nginang” atau memakan daun sirih, buah gambir, buah pinang, kapur, dan tembakau. Kelima unsur ini sebagai pembelajaran seseorang harus melaksanakan 5 rukun Islam. Dalam kinang minimal bisa menggunakan 3 unsur kinang maka sudah enak yang artinya bila mampu melaksanakan 3 rukun islam; syahadat, sholat dan puasa maka sudah baik. Sedangkan, dua unsur lainnya, zakat dan haji menjadi penyempurna, bila ada kemampuan.
Sementara itu, pecut memiliki makna bahwa kita harus berupaya mecut (mencambuk) hawa nafsu. Artinya mampu mengendalikan hawa nafsu, agar hidupnya selamat terarah. Kemudian berbagai mainan yang dijual di Sekaten dimaknai sebagai kehidupan di dunia ini yang pada hakikatnya permainan belaka diibaratkan dengan simbol berbagai dolanan (mainan). Ketika kita kita bisa mengambil nilai-nilai di atas maka hidup kita akan mencapai kesempurnaan yang dilambangkan dengan telur asin atau endok kamal.
Beberapa unsur penting acara Sekaten adalah keramaian Sekaten, Gamelan, dan puncak acara yakni keluarnya Gunungan pada acara Garebeg Mulud. Selain hal tersebut di acara Sekaten juga digelar pembacaan Barzanji di Kagungan Dalem Masjid Agung Surakarta.Barzanji merupakan kitab riwayat Nabi Muhammad SAW karangan Sayid Jafar dari kota Barzanji. Pembacaan riwayat tersebut dalam perayaan Sekaten dikenal dengan nama berjanjen sekaten.
Perayaan Sekaten di Karaton Surakarta sempat terhenti saat pendudukan Jepang, dan baru dimulai lagi pada tahun 1972 di Surakarta. Sampai sekarang, perayaan Sekaten rutin digelar setiap tahun guna melestarikan tradisi leluhur Jawa sekaligus sebagai perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW.