Pasinaon Tata Busana saha Paes Keraton Surakarta menggelar ujian tahap akhir bagi 14 siswanya. Ujian tersebut berlangsung di bangsal Smarakata selama dua hari berturut-turut, mulai dari Selasa 7 November hingga 8 November 2023. Para siswa diuji oleh para “dwija” (guru) sanggar, termasuk diantaranya ialah Gusti Kanjeng Ratu Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua Yayasan Pawiyatan Kabudayan yang mengelola Sanggar Pawiyatan Tata Busana dan Paes Pengantin Jawa gagrak atau gaya Surakarta di Keraton Surakarta. Para siswa yang sebelumnya telah mengikuti latihan baik secara teori maupun praktek di Pasinaon Tata Busana saha Paes Karaton Surakarta di Bale Agung, menampilkan empat jenis pakaian pengantin gaya Surakarta yang memang diizinkan oleh Keraton Surakarta untuk digunakan oleh masyarakat luas di luar Keraton.
Salah satu alasan mengapa konon raja Keraton Surakarta Sri Susuhunan Paku Buwana XII mengizinkan empat jenis tata busana dan rias pengantin milik keluarga kerajaan itu dipakai oleh masyarakat luas, karena di keraton sendiri upacara adat perkawinan dengan beberapa persyaratan khusus bagi pengantinnya sudah jarang dilakukan. Karena Sinuhun Paku Buwana XII sudah tidak pernah “mantu ” setelah ke-35 putra/putrinya menikah, dan Sinuhun penerusnya tidak memiliki anak sebanyak para pendahulunya.
Empat jenis gaya tata busana dan rias gagrag Surakarta yang dulu hanya diizinkan dilakukan di lingkungan keluarga raja atau hanya untuk putra putri raja pada saat menjalani upacara adat perkawinan, adalah gaya busana “kampuhan” atau “dodotan”, gaya busana kebaya-takwa atau pengantin “kepangeranan”, gaya busana kebaya “sikepan cekak” atau pengantin “kasatriyan” dan gaya “Langenharjan”. Keempat jenis gaya tata busana dan paes ini, di zaman Sri Susuhunan Paku Buwana IX (1861-1893) hampir setiap tahun dilakukan di keraton, karena Sinuhun atau raja saat itu memiliki 58 anak.
Apalagi pada era Sinuhun ingkang Minulya saha ingkang Wicaksana yakni, Paku Buwana X, yang hampir tiap tahun menikahkan putra/putrinya, karena putra/putri beliau ada 64 orang. Karena mempunyai putra/putri yang banyak, secara tidak langsung adat tradisi melakukan upacara perkawinan menjadi sering, bahkan rutin digelar dalam jarak waktu yang tidak lama. Adat tradisi yang dilakukan rutin dalam waktu yang lama, tentu akan menjadi memori kolektif yang sulit hilang. Seiring dengan perjalanan zaman, penerusnya sekarang tidak memiliki putra/putri sebanyak era beliau, sehingga kekhawatiran akan kelestarian adat dan tradisi tersebut mulai muncul. Maka sejak era Sinuhun Paku Buwana XII, gaya tata busana dan rias pengantin milik keraton Surakarta mulai diizinkan dipakai oleh masyarakat luas.
Dalam rangka pelestarian budaya Jawa yang bersumber dari keraton, maka diharapkan para perias atau siswa lulusan Pasinaon Tata Busana saha Paes Pengantin Jawa tersebut, turut pula nguri-uri atau ikut melestarikan budaya Jawa yang luhur untuk diperkenalkan serta dipelajari masyarakat luas.