
Berawal dari Plered, Pemberontakan Trunajaya yang meletus tahun 1677 telah memporak porandakan ibukota Kesultanan Mataram. Setahun kemudian, sekira 1678 – Raden Mas Rahmat atau Susuhunan Amangkurat II mengerahkan pasukan untuk membalas serangan Trunajaya di Kediri. Melalui pertempuran yang sengit, Trunajaya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Susuhunan Amangkurat II. Kekuasaan Mataram pun berhasil dipulihkan oleh Susuhunan Amangkurat II.
Usai menumpas Trunajaya, Amangkurat II memerintahkan Patih Nerangkusuma agar membuka hutan Wanakerta yang akan dibangun menjadi sebuah keraton baru, mengingat kondisi Keraton lama di Plered telah tercemar oleh pasukan Trunajaya.
Pada Rebo pon, 27 ruwah tahun Alip 1603 Tahun Jawa atau bertepatan dengan 1680 Masehi, Susuhunan Amangkurat II secara resmi menempati Keraton baru dan memindahkan kekuasaannya disana. Keraton yang kemudian bernama Kasunanan Kartasura itu, diperintah oleh Susuhunan Amangkurat II hingga tahun 1703.
Mangkatnya Amangkurat II pada tahun 1703, membuat tahta Kasunanan Kartasura jatuh kepada putera tunggalnya, Raden Mas Sutikna yang kemudian bergelar Susuhunan Amangkurat III. Susuhunan Amangkurat III bertahta dari 1703 hingga 1705 di Kartasura. Setelahnya, Tahta Kasunanan Kartasura diteruskan oleh Pangeran Puger yang merupakan putera Susuhunan Amangkurat I sekaligus paman dari Amangkurat III.
Pangeran Puger naik tahta menggantikan Susuhunan Amangkurat III bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Susuhunan Pakubuwana I berkuasa di Kasunanan Kartasura hingga 1719. Tahta Kartasura kemudian diwariskan kepada putera mahkota Raden Mas Suryaputra yang bergelar Sri Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa atau Susuhunan Amangkurat IV. Dari jalur keturunan Susuhunan Amangkurat IV lahir putera-putera yang kelak mewarisi pemerintahan di Pura Mangkunegaran ( Pangeran Adipati Mangkunegara ), Keraton Yogyakarta ( Pangeran Adipati Mangkubumi ) serta putera mahkota yang menggantikannya sebagai raja di Kartasura, yakni Raden Mas Prabasuyasa bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana II.
Boyong Kedhaton dari Kartasura ke Surakarta

Pada masa Sri Susuhunan Pakubuwana II, pemberontakan orang-orangTionghoa yang dikenal dengan peristiwa Geger Pecinan di Batavia tahun 1740-1742 merembet hingga ke Kartasura. Pemberontak Tionghoa yang mendapat dukungan pribumi Jawa bergerak masif hingga ke wilayah Kartasura. Sinuhun Pakubuwana II pun diungsikan ke Ponorogo. Peristiwa Geger Pecinan membuat istana Keraton Kartasura rusak berat.
Ketika Sinuhun Pakubuwana II kembali dari Ponorogo tahun 1742, beliau menyaksikan kehancuran bangunan istana. Keadaan itu, mendorong Sinuhun Pakubuwana II untuk membangun sebuah istana baru. Diperintahkanlah para Narapraja untuk mencari dusun sebagai tempat membangun istana baru. Para Narapraja terpilih di antaranya adalah Tumenggung Hanggawangsa, Adipati Pringgalaya, Adipati Sindureja, Tumenggung Mangkuyuda, Tumenggung Puspanegara, Ngabei Yasadipura, Mayor Hogengdarp, Tumenggung Tirtiwiguna, Pangeran Wijil, Kyai Kalifah Buyut, dan Penghulu Fekih Ibrahim.
Dari tiga dusun yang diajukan untuk dijadikan tempat pembangunan istana – Desa Sala, Desa Kadipala dan Desa Sanasewu, dipilihlah dusun Sala, sebagai lokasi dibangunnya keraton baru. Sri susuhunan Pakubuwana II membeli tanah di dusun Sala dari Ki Gedhe Sala, kemudian membangun istana barunya dan memindahkan kerajaannya dari Kartasura ke istana barunya yang kemudian dikenal dengan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Sekira pukul 8 pagi rombongan besar kerajaan beriringan dengan tertib dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono II (1729-1749) dengan menunggang kuda kesayangannya. Di belakangnya berbaris rapi anggota keluarga raja dan pejabat-pejabat tinggi kerajaan dengan diiringi lima batalyon prajurit ditambah dua ratus prajurit berkuda.
Seluruh pusaka dan harta benda kerajaan turut diboyong, diantaranya pusaka Kyai Pangarab-arab, pusaka Kyai Butamancak, pusaka Nyai Setomi, sepasang pohon beringin muda siap tanam, bangsal pengrawit, burung, gajah, harimau-harimau di dalam kandangnya serta arca-arca emas perlengkapan upacara. Para tukang besi, tukang kayu, tukang batu, penjahit, peniup terompet, abdi dalem dapur beserta perlengkapannya, penangkap ikan, perahu juga tak ketinggalan.
Pukul 12 siang rombongan tiba di keraton baru di Surakarta – Keraton Kasunanan Hadiningrat.